By. Zainal Abidin @ zainalabidin.net
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah, ada penggalan cerita tentang Sya’labah bin Hathim. Diceritakan bahwa Sya’labah adalah orang yang rajin ibadah, tetapi kurang beruntung. Ia miskin. Begitu miskinnya, sampai-sampai setelah shalat berjamaah, ia harus buru-buru kembali ke rumah tanpa berzikir, mengingat perangkat shalatnya juga akan dipakai istrinya.
Berulang-kali ia bertemu Rasulullah dan minta didoakan agar diangkat dari kemiskinan. Singkat cerita, Rasulullah pun mendoakannya. “Ya Allah, karuniakanlah kekayaan kepada Sya’labah.”
Dikisahkan, Sya’labah mendapat bantuan sepasang domba, yang kemudian berkembang-biak dan menjadi banyak. Dan domba-domba itu lah yang mengangkat status sosial Sya’labah. Ia tidak miskin lagi. Sampai di sini, saya punya pertanyaan.
Apakah ternak Sya’labah berkembang cepat karena doa Rasulullah?
Dari sisi spiritual, saya sangat yakin bahwa doa Rasulullah pasti dikabulkan. It’s a matter of time. Hanya soal waktu. Tentu saja dengan satu syarat. Saat ini hampir tidak ada lagi keajaiban. Orang yang didoakan juga harus berusaha. Allah pasti berikan harta kepada Sya’labah, melalui jalan-jalan yang wajar. Tidak mungkin dengan mengirimkan sekarung emas ke rumah Sya’labah.
Jalan kaya Sya’labah adalah memelihara domba. Jalan ini pun harus dilaluinya dengan cara-cara yang wajar. Tidak melampaui hukum-hukum alam. Misalnya, domba betina baru bisa bunting paling cepat umur 12 bulan.
Sebelum beranak, harus mengalami masa bunting sekitar 145 – 160 hari. Anak yang dihasilkan sekali kelahiran maksimal 2 ekor.
Ini berarti, selain doa Rasul, Sya’labah kaya karena kegigihannya. Setiap hari ia mengurusi ternaknya. Diberikannya kandang buat domba-dombanya. Di siang hari, ia menuntun peliharaannya ke padang penggembalaan. Kalau
dombanya sakit, diobati. Dombanya tidak beranak setahun tiga kali, atau sekali beranak tidak sekaligus enam ekor. Ketika induk dombanya beranak pertama kali, anak domba dipelihara terus sampai dewasa. Tidak langsung
dijual untuk dinikmati hasil penjualannya. Ini terus dilakukan sampai beranak-pinak. Semuanya wajar dan masuk akal.
Apa yang ingin saya katakan dengan rekonstruksi legenda Sya’labah? Tidak ada jalan pintas. Untuk dapatkan sesuatu, seseorang harus melalui prosesnya. Bahkan untuk seseorang yang sudah didoakan Rasulullah. Apalagi kita?